3 dalam TigA
Pelajaran yang didapatkan dalam tiga tahun mungkin
saja sangat berharga namun, dalam tiga bulan saja bisa hancur dan sia-sia.
Aku tidak bercanda, dan itu mungkin saja terjadi. Ini
kisahku selama tiga bulan. Tiga bulan yang mau tidak mau harus dijalani. Ya,
kau tahu? Seperti bernafas, mau tidak mau kamu harus bernafas untuk hidup.
Ilmiahnya orang, akan mengingat kejadian menyenangkan yang mereka alami. Lalu
apa yang terjadi denganku ?
Wacana ini ditulis karena tuntutanku di suatu jejaring
sosial, bacalah meskipun ini tidak menarik, dan tuliskan komentarmu. Hidup ini
membosankan. Sebenarnya bukan angka tiga yang ingin aku bahas, tapi entah
kenapa angka ini selalu muncul.
*
Saat itu, aku bisa dikatakan sebagai
orang yang
penuh mimpi dan ambisi. Aku menyukai semua hal yang berkaitan dengan
menggambar dan menulis. Aku menyukai hidupku, karena menurutku, setiap detik
itu berbeda, setiap detik itu baru. Aku selalu bisa mengisi hari-hariku dengan
sangat meyenangkan dan baru. Aku hampir tidak pernah mengatakan bosan.
Animasi, itulah yang aku pikirkan ketika seseorang
menanyakan tempat yang aku inginkan untuk
PKL –Praktek – Kerja – Lapangan. Jadi, aku memutuskan
untuk PKL di Bandung, tempat animasi. Aku sudah menceritakan hal ini kepada
orangtuaku, dan kakakku. Dan luarbiasa... mereka menyetujui keinginanku, dan
mereka sudah punya rencana untuk menempatkan aku bersama sanak keluarga di
Bandung, Mbak Teti namanya, seorang dokter dengan tiga orang anak, wanita
karier yang sibuk, anak pamanku yang berasal dari Surabaya. Semua terasa
menyenangkan. Aku dan mimpiku.
Tidak semua keinginan berjalan sesuai kehendak. Aku
tahu itu. Dan aku mengalami itu. Guru produktif memberi tahu bahwa tempat PKL
animasi di Bandung sudah penuh, dan tidak bisa menerima lagi. Ouugh....
seharusnya aku tahu, ini terlalu indah untuk menjadi kenyataan.
Tersisa dua tempat pilihan, studio photo
dan studio televisi lokal. Aku dan seorang temanku sempat tak ingin berpisah,
kami ingin bersama saat PKL, padahal salah satu dari kami harus memutuskan
pilihan dan berpisah. Setelah semua pertimbangan, dan akhirnya aku memilih
studio televsi lokal. Ini kesempatan terakhir. Jalan terakhir. Aku tahu,
rencana Tuhan selalu lebih baik daripada rencanaku sendiri.
Ini semua tidak pernah terfikirkan. Ini semua terlalu
semu untuk jadi kenyataan. Aku sudah tak memiliki pilihan, jika aku berlari
maka aku harus meninggalkan semuanya dan memulai dari nol. Mendapat yang tidak
kita sukai itu biasa, namun menerima apa yang tidak kita sukai itu luar biasa.
Aku mencoba merubah pemikiranku, merekonstruksi semua dari dasar. Ini buruk,
aku tidak memiliki basic apapun di dunia entertainment, bahkan pagelaran seniku
saja mendapat nilai cukup. Aku takut.
**
Waktu terus saja berjalan, hingga aku harus memulai
tiga bulanku dengan “hari pertama”. Buruk. Sepulang dari “dunia
tiga” aku harus mencuci paru-paruku. Aku tidak menyangka
mereka – crew – sudah bosan hidup. Mereka perokok aktif.
Mungkin setelah tiga bulan disini aku harus menggalang aksi dunia bebas asap
rokok. Aku sempat berdebat dengan salah satu crew tentang rokok. Aku mencoba
membuat dia yakin, bahwa peringatan di bungkusan rokok itu benar-benar serius.
Dan kemudian beberapa hari setelah itu peringatan rokok berubah
menjadi “PERINGATAN : ROKOK MEMBUNUHMU!” Aku nyaris saja bertekad
untuk mencuci pari-paruku setiap hari. Jika tidak, paru-paruku...........
Hiks..... aku bisa menangis setiap hari karena hal ini. Ini salah satu
motivasiku untuk segera kembali kesekolah. PKL itu tidak menyenangkan.
***
Dan... apa kau tahu ?? aku menemukan teman baru.
Pertama tigaorang. Ita, Awal, dan Yoga. Kisah pertamaku ketika
bertemu Yoga, aku melihat dia sedang mengepel teras depan, dia menggunakan kaos
abu-abu panjang yang lengannya digulung, celana jeans pensil hitam, dilehernya
ada kalung dengan motif bulat-bulat berwarna hitam, rambutnya tegak berdiri,
jika saja hujan tahu, maka tahu-tahu itu menempel dirambutnya haahaa .... JK.
Jujur saja, pertama melihatnya sedang beraksi dengan kain pel, aku kira dia
salah satu karyawan bagian kebersihan. Ooopss.... Aku baru tahu kalau dia anak
PKL ketika si Boss menanyakan
kenapa ini anak kakinya pincang ??. Dia menjawab,
“Habis jatuh dari motor, nabrak tembok.”
Waduuh..... sakti amat. Aku harap temboknya baik-baik
saja...
Aku sempat bersama di distudio, dia sepertinya sangat
ekspresif. Aku juga di beritahu kalau dia jago menggambar, dia juga sempat cuti
untuk mengikuti FLSN melukis. Keren kan ?????
Kedua dan ketiga, Ita dan Awal, aku mengenal mereka
ketika “ajang perkenalan penuh racun” sebenarnya ketiga anak ini
memiliki kulit putih bersih, cukup menarik. Mereka juga tidak terlalu cerewet,
mereka jarang bercanda, kecuali Yoga. Awal itu diam dan dingin dan pelit dan
pintar dan aku tidak mengerti bicaranya yang cepat dan tingginya sedikit
diatasku dan mempunyai mata sayu nan bulat.
Ita, dia asyik diajak bercerita, bahkan aku sudah
banyak bercerita dengan dia, dia juga sering jajan, sering mengajak
jajan – makanya kami jarang jajan ketika dia sudah
pulang – logat bicaranya kental dengan jawa – dia pernah
mengatakan
“kalo seep itu artinya ganteng ya ...??”
Spontan semuanya tertawa, haha...... Dia juga
misterius, masa aku gak dikasih tau akun jejaring sosialnya, dia paling tekun
mengajari kami caranya siaran. Hingga aku bisa menggantikan posisinya. Yeee......
Tapi... aku tidak pernah diajak liputan ke luar.
Hmmm...
Di akhir pertemuan, Awal yang
mendapat – jadi rancu karena nama –rank tertinggi, dan
Yoga terakhir.
****
Cerita selanjutnya, aku mengerti maksud dari kata
b o s a n. Siaran itu melelahkan, etah kenapa, padahal tidak harus
berlari, berpanas-panasan, tapi ini benar-benar melelahkan. Paling lelah adalah
hari Sabtu, karena aku harus menjadi AVM mixing di acara langsung, artinya aku
harus siap menjadi “objek penderita”.
Aku kehilangan antibody cukup banyak selama PKL, ya,
itu artinya aku harus sering-sering absen karena sakit dan beristirahat
dirumah, dengan udara sehat tentunya. Kehilangan beberapa berat badan. Baju
menjadi terlalu besar. Mata sayu. Langganan angin malam. Langganan hujan. Menderita.
Tiga bulan tidak belajar matematika rasanya aku tidak ingat penjumlahan.
*****
Kini tinggal kurang dari dua minggu aku disini, dan
aku masih akan mengatakan bahwa PKL itu tidak menyenangkan. Aku ingin sekolah
seperti biasanya. Huuffft...... Padahal aku sudah berniat diet mengeluh. Cerita
selanjutnya tentang konflik, rahasia, penilaian, dan say good bye akan aku
sambung setelah aku duduk di bangku sekolah lagi.
“Aku menyukai caranya bersikap jutek.....”
A n i s M a l i a S o l i h a
h t
@AllInOurLive “3 dalam TigA”
0 komentar:
Posting Komentar